Home

Jumat, 02 November 2012

Aku, Sejatinya Aku, dan Sukma Sejati

Aku,  Sejatinya Aku,  dan  Sukma Sejati




  Aku


Aku adalah satu dari manusia. Semua kodrat dan hakekat manusia ada pada Aku, dan semua perbuatan yang Aku lakukan dan yang tidak Aku lakukan (atas kemauanku sendiri ataupun kulakukan karena terpaksa), dan peranku di dalam kehidupan, itulah Aku.


Penekanan pada  Aku ke-Aku-an,  menyebabkan manusia hidup dalam kehidupan duniawi yang oportunis, cinta diri dan congkak. Segala yang dilakukan berorentasi pada hasil yang ingin dicapai.
Inilah Aku. Seorang kaya, penguasa, berilmu tinggi tak ada yang menandingi, lebih mengerti, beribadah dan lebih beriman daripada ....., inilah prestasiku, ini hasil usahaku.

Penekanan pada  Aku,  menjadikan manusia mengejar kehormatan diri, kehormatan di mata orang lain.

Kehormatan Aku, adalah kehormatan yang berasal dari status dan kepemilikan, bukan berasal dari tingginya kualitas diri.
Menurut dirinya sendiri, dia adalah suatu figur yang terhormat, tetapi orang lain belum tentu menghormatinya, mungkin malahan memandangnya rendah, apalagi bila ada perbuatannya atau kepemilikannya yang mempunyai reputasi tidak baik di mata orang lain.

Penekanan pada  Aku,  menjadikan hidup manusia penuh dengan harapan, semangat dan kegairahan untuk mengejar prestasi dan gengsi, dan kepuasan diri (dan kesombongan) atas pencapaian yang dihasilkannya.

Tetapi penekanan pada  Aku,  juga menyebabkan manusia jatuh ke dalam kesengsaraan, rasa penasaran, ketidakpuasan dan rasa terhina, iri dan dengki, yang berasal dari ketidakmampuan dirinya mengejar harapan dan prestasi, kualitas diri, status dan kehormatan di mata manusia lain.


Penekanan pada  Aku,  mendorong manusia mengabaikan aturan-aturan dalam peradaban, melanggar hukum untuk kepentingannya sendiri, apalagi tidak adanya kehadiran penegak hukum, yang dapat menyebabkan orang melakukan perbuatan-perbuatan tercela dan menghalalkan cara demi tercapainya hasrat dan tujuan. Perilaku yang menyebabkan manusia jauh dari peradaban maju, jauh dari perilaku mulia.



  Sejatinya Aku


Semua kodrat dan hakekat manusia yang ada pada Aku, dan semua perbuatan yang Aku lakukan dan yang tidak Aku lakukan sesuai kemauanku,  dan semua keinginan-keinginan, semua pemikiran-pemikiran dan semua kepercayaan dan keyakinan yang Aku miliki, itulah Sejatinya Aku.


Penekanan pada 
Sejatinya Aku,  menyebabkan manusia hidup dalam kehidupan duniawi yang lebih idealis, realistis dan lebih mengutamakan kualitas diri, yang merupakan dorongan dan tuntutan dari Sukma Sejati - nya. Semua yang dilakukan  bukan hanya berorentasi pada hasil yang ingin dicapai, tetapi juga pada prosesnya.
Penekanan pada  Sejatinya Aku,  menjadikan manusia lebih otonom, memiliki kesadaran untuk memilih perbuatan yang baik daripada yang tidak baik, perbuatan yang berguna daripada yang sia-sia. Lebih mampu untuk menahan diri dan membatasi diri.

Penekanan pada  Sejatinya Aku,  menjadikan manusia hidup saling menghormati, suatu budaya yang mengakar di dalam masyarakat yang berperadaban maju.

Kehormatan
Sejatinya Aku, adalah kehormatan yang berasal dari tingginya kualitas diri,  bukan semata-mata karena status dan kepemilikan. Di mata orang lain, dia akan menjadi figur yang terhormat, karena memiliki kualitas diri, bukan hanya karena status dan kepemilikannya.

Seseorang yang dalam hidupnya mengedepankan  Sejatinya Aku,  menjadikan manusia mampu menyangkal dirinya, menyangkal ke-Aku-annya, memiliki kesadaran untuk lebih mampu menahan diri dan membatasi diri, lebih mampu untuk hidup prihatin dan lebih mampu menekan hasrat duniawinya.

Seseorang yang dalam hidupnya mengedepankan  Sejatinya Aku,  menjadikan manusia kurang bergairah mengejar keduniawiannya, menjadikan taraf hidupnya lebih rendah daripada mereka yang mengedepankan Aku.

Tetapi bagi mereka yang mengenal dirinya, mengenal potensi-potensi dan kesempatan-kesempatan yang dimilikinya, mengenal tujuan hidupnya, dapat juga memaksimalkan apa yang ingin diraihnya tanpa harus kehilangan kesejatiannya.
Mereka yang berpegang pada kesejatian diri, Sukma Sejati-nya akan memberinya 'kekuatan', semangat, ide-ide, ilham dan jawaban-jawaban, tentang segala sesuatu yang harus dilakukannya.

Penyatuan seseorang dengan sang Sukma Sejati, akan menuntunnya melakukan perbuatan-perbuatan yang lebih besar, hasil yang lebih baik dan berkualitas, daripada perbuatan yang hanya menekankan pada ke-Aku-an semata.



Sungguh ironis sekali bangsa ini.
Bangsa yang memiliki konsep Sukma Sejati, kesejatian diri, tetapi dalam kesehariannya lebih mengedepankan  Aku,  bukan  Sejatinya Aku.

Penekanan pada  Aku,  menjadikan bangsa ini mengejar kehormatan diri, kehormatan bangsa di mata bangsa lain, kehormatan yang berasal dari status dan kepemilikan negeri dan kesombongan, bukan kehormatan dari baiknya kesejatian diri bangsa.

Penekanan pada  Aku,  mendorong anggota-anggota masyarakat bangsa ini mengabaikan aturan-aturan dalam peradaban, melanggar hukum untuk kepentingannya sendiri  (rambu-rambu lalu-lintas saja tidak dipatuhi).  Perilaku yang menyebabkan bangsa ini jauh dari peradaban maju, jauh dari perilaku mulia.


Penekanan pada  Sejatinya Aku,  menjadikan manusia hidup saling menghormati, suatu budaya yang mengakar di dalam masyarakat yang berperadaban maju.

Kehormatan Sejatinya Aku, adalah kehormatan yang berasal dari tingginya kualitas diri, bukan hanya kehormatan karena status dan kepemilikan. Di mata orang lain, dia akan menjadi figur yang terhormat, karena memiliki kualitas diri, bukan hanya karena status dan kepemilikannya.

Sukma Sejati akan menjadi Guru Sejati-nya, memberinya pencerahan setiap saat dan menuntunnya pada segala sesuatu perbuatan benar  yang harus dilakukannya.
Sukma Sejati akan menjadikannya Aku yang baru, sebuah pribadi baru yang merupakan pengejawantahan kesejatian pribadi sang Sukma Sejati.
Sukma Sejati akan hidup kuat di dalam dirinya, dan menjadi kekuatan dalam hidupnya.

Bangsa di peradaban maju, walaupun tidak mengenal konsep Sukma Sejati, tetapi telah mengamalkan kesejatian diri, mengakar dalam kehidupan sehari-hari. 



---------------------------



                         www.nur-maunah.blogspot.com

 
Silakan kirimkan via email ke:  hikmatul.ilmi@gmail.com   untuk menyampaikan pendapat / komentar dan cerita-cerita atau pengalaman anda untuk dapat dimuat di forum ini.

Sejatinya Manusia

Sejatinya Manusia




Di dalam ilmu kebatinan spiritual yang dalam, orang akan sampai pada upaya menyingkap tabir rahasia kehidupan, rahasia kehidupan lain selain kehidupan manusia, rahasia asal-usul manusia dan alam semesta, rahasia kehidupan di alam ini dan rahasia kehidupan di alam sesudah kematian, dsb. Jawaban dari satu pertanyaan akan menjadi penuntun kepada jawaban pertanyaan yang lain.

Di dalam kebatinan kejawen, ada banyak penghayatan mengenai kesejatian diri manusia dan keTuhanan yang semuanya saling terkait dan menjadi satu kesatuan, yang jika salah satunya dihilangkan, maka konsep-konsep tersebut secara keseluruhan akan menjadi tidak berdasar. Konsep-konsep itu antara lain adalah Sangkan Paraning Dumadi (hakekat kesejatian manusia), mengenai siapa sebenarnya manusia itu, darimana berasal dan akan kemana setelah kehidupan di dunia ini. Konsep ini terkait dengan konsep dasar tentang Tuhan yang penghayatannya diamalkan dalam hidup keseharian masyarakat jawa menjadi konsep Manunggaling Kawula Lan Gusti.

Ajaran-ajaran di atas dimaksudkan agar manusia setelah kematiannya rohnya tidak tersesat ke alam rendah, tetapi dapat bersatu kembali dengan Tuhan. Bersatunya kembali manusia dengan Tuhan inilah yang disebut dengan ”kasampurnan” (kesempurnaan). Secara umum penghayatan ajaran ini telah dilakukan dalam keseharian manusia jawa, sehingga banyak laku-laku prihatin, tirakat dan ritual yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat jawa untuk membersihkan hati dan batin, untuk menyelaraskan diri dengan alam dan Tuhan, dan supaya hidupnya keberkahan, yang pada jaman sekarang ini sering dikonotasikan sebagai klenik, mitos dan tahayul. 


Dalam filosofi kebatinan itu pertanyaan yang ingin dijawab adalah :

Siapakah Aku?
   Siapakah Sejatinya Aku?  
Siapakah Sejatinya Manusia?
Atas pertanyaan di atas, ada yang menjawab secara filosofi kebatinan spiritual, ada yang menjawab secara keagamaan, ada yang menjawab secara logika filsafat, ada juga yang memiliki jawaban sendiri secara pribadi. Jawaban dari pertanyaan di atas bermacam-macam, tergantung sudut pandang masing-masing dalam menjawabnya. Dan semua perbedaan jawaban haruslah dimaklumi secara bijaksana, karena segala sesuatunya dipengaruhi oleh keterbatasan sikap berpikir manusia, dan keterbatasan kemampuan manusia dalam mengungkapkan kebenaran.




 Manusia,  sesuai kodrat dan hakekatnya,  adalah mahluk duniawi sekaligus mahluk illahi.

Sebagai mahluk duniawi,  manusia harus menjalani kehidupannya sebagai mahluk duniawi yang membutuhkan segala sesuatu yang bersifat duniawi untuk kehidupannya, dan menjalankan semua aturan dan kewajiban dalam hidupnya sebagai mahluk duniawi.

Sebagai mahluk illahi,  manusia akan kembali ke asalnya, yaitu Sang Pencipta Hidup.
Apa yang berasal dari bawah akan kembali ke bawah, yang berasal dari atas akan kembali ke atas. Untuk membekali dirinya ketika kembali kepada Sang Pencipta, manusia harus memenuhi segala "persyaratan" yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta selama hidupnya di dunia, supaya sekembalinya nanti manusia dapat diterimaNya.

Dengan demikian selama hidupnya manusia harus menyelaraskan dirinya dengan keillahiannya. Apa yang menjadi kewajibannya sebagai mahluk duniawi harus dijalankan, apa yang menjadi kewajibannya sebagai mahluk illahi juga harus dipenuhi.


Itulah sejatinya manusia,  yaitu kodrat dan hakekatnya sesuai tujuan awal penciptaan manusia.
Kodrat dan hakekat sebagai mahluk duniawi dan mahluk illahi menyatu di dalam diri manusia, tidak dapat dipisahkan.

Itulah kodrat manusia yang pertama dan yang utama.  Kodrat ini harus didahulukan dalam kehidupan manusia, tidak boleh di-nomor dua-kan atau di-nomor tiga-kan.
Sedangkan kodrat lain, seperti jenis kelamin laki-laki atau perempuan, kebutuhan hidup berpasangan, berkeluarga dan berketurunan, dsb, adalah kodrat yang kesekian. Jangan dijadikan kodrat yang utama dan jangan dipaksakan untuk diutamakan.


Sesuai kodrat dan hakekatnya sebagai mahluk duniawi dan illahi, sesuai tujuan awal penciptaan manusia, manusia dibekali dengan akal budi dan roh, bukan hanya insting dan naluri untuk hidup dan bertahan hidup (hewan), sehingga manusia dapat mengenal dirinya sendiri, mengenal peradaban dan mengenal Tuhan yang harus disembah. Dengan rohnya, manusia mengenal roh-roh lain dan kegaiban, dan mengenal Tuhan, suatu pribadi agung yang berkuasa bukan hanya atas dirinya dan hidupnya, tetapi juga atas kehidupan seluruh alam, walaupun dalam niatan menyembah Tuhan banyak manusia jatuh ke jalan penyembahan yang salah.

Dengan demikian manusia mengenal jalan hidup yang berkenan di hati Tuhan, yaitu hidup sebagai mahluk duniawi, berperadaban, dan hidup sebagai mahluk yang mengenal Allah, bermoral dan berbudi pekerti. Ada banyak contoh manusia dan peradaban yang dibinasakan Tuhan karena perilaku hidup mereka tidak berkenan bagi Tuhan, manusia-manusia yang mengedepankan hidupnya sebagai mahluk duniawi dan mengesampingkan kualitas hidup yang bermoral dan berbudi pekerti sebagai mahluk yang mengenal Allah.


Jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas secara implisit telah dimengerti oleh orang-orang di dunia spiritual dan juga sudah diungkapkan secara implisit dalam ajaran agama-agama besar dan aliran-aliran kepercayaan. Tetapi sayangnya walaupun sudah diungkapkan secara umum, kemudian kesannya menjadi biasa-biasa saja, tidak dianggap sebagai sesuatu yang penting, karena tidak banyak manusia yang mendalami kebatinan, termasuk kebatinan agama. Walaupun begitu tetap saja pengetahuan ini berguna bagi orang-orang yang percaya dan mengimaninya. Terlebih bagi mereka yang mengerti sendiri kebenarannya, yang bukan hanya sekedar percaya dan meng-iya-kan.


Banyak manusia lebih mengedepankan aspek manusia duniawi - nya dalam kehidupan sehari-harinya. Sisi ke-Aku-annya, yaitu tentang status seseorang di masyarakat dan kepemilikan duniawi, banyak dijadikan lambang simbol kesempurnaan hidup manusia.
Apalah artinya seseorang berkelimpahan duniawi, atau bahkan memiliki seluruh dunia, kalau akhirnya dia pun harus kehilangan nyawanya ? 
Bukankah mereka yang pernah jaya dan kaya, atau menjadi penguasa dunia, akhirnya pun mati juga ?
Apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya itu ?


Di sisi lain, ada banyak ajaran mengenai ke-illahi-an manusia.
Salah satunya adalah ajaran Manunggaling Kawula Lan Gusti, seperti yang diajarkan oleh Syeh Siti Jenar. Ajaran-ajaran yang lebih mengedepankan aspek keillahian manusia, kedekatan manusia dengan tujuan hidupnya, Sang Pencipta Hidup, dan menomor-dua-kan aspek keduniawian manusia.
Ajaran ini pun tidak sempurna untuk menggambarkan aspek kodrat manusia sebagai mahluk duniawi sekaligus mahluk illahi.
Apakah dengan ajaran ini manusia ingin mengingkari kodratnya sebagai mahluk duniawi ?
Apakah ajaran ini benar-benar mengantarkan hidup manusia kepada hidup yang dikehendaki oleh Sang Pencipta Hidup ?


Seperti firman : " Manusia hidup bukan hanya dari roti saja, tetapi juga dari setiap Firman Allah ". 

Jadi, penuhilah takaranmu. Jangan sampai didapatiNya timbanganmu ringan.
Hiduplah sesuai sejatinya manusia,  yaitu kodrat dan hakekat manusia sesuai tujuan awal penciptaan manusia. Kodrat dan hakekat sebagai mahluk duniawi dan mahluk illahi yang menyatu di dalam diri manusia, tidak dapat dipisahkan. Janganlah yang satu diutamakan, sedangkan yang lain tidak. Ataupun yang satu ditinggalkan, sedangkan yang lain didahulukan.

Ajaran agama selalu mengajarkan keseimbangan hidup. Kehidupan duniawi dan kehidupan illahi.
Bekerja dan berdoa.
Tuhan tidak melarang manusia untuk menjadi kaya, tetapi kekayaan dan hasrat mengejar keduniawian janganlah dijadikan sesuatu yang utama. Jangan juga menjadi ketamakan dan kesombongan. Jangan sampai karena itu manusia jatuh ke dalam kehidupan yang rendah.

Kekayaan, selain untuk diri sendiri, juga sebagian dipersembahkan kepada Tuhan sesuai yang sudah diwajibkan dan disedekahkan juga untuk orang lain yang membutuhkan pertolongan.
Kekuasaan, selain untuk diri sendiri, juga untuk menolong orang lain.
Pengetahuan, selain untuk diri sendiri, juga untuk menerangi orang lain.
Dsb.


Jadi,  hiduplah sempurna sesuai sejatinya manusia.


Banyak perdebatan mengenai pertanyaan di atas. Terhadap jawaban di atas pun secara umum orang hanya dapat percaya atau tidak percaya saja. Berbeda sekali dengan orang-orang yang sudah sampai pada pengetahuan dan kemampuan untuk membuktikan sendiri kebenarannya. Bagi mereka tidak ada perdebatan sama sekali, karena mereka sudah tahu dan mengalami sendiri kebenarannya.
(Baca :  Manunggaling Kawula Lan Gusti ).

Pengetahuan dan keilmuan yang didasarkan pada kesejatian manusia seperti tertulis di atas akan dapat dengan lebih cepat berkembang dan meningkat, karena manusia yang menyadari kesejatiannya akan juga mengenal potensinya sebagai mahluk biologis dan sebagai mahluk roh. Pengetahuan yang tidak diketahui secara fisik manusia akan dapat diketahui secara roh. Dan apa yang sudah diketahui secara roh akan menunjang pengetahuan duniawi manusia.


-----------------------



                         www.nur-maunah.blogspot.com





 
 
Silakan kirimkan via email ke:  hikmatul.ilmi@gmail.com   untuk menyampaikan pendapat / komentar dan cerita-cerita atau pengalaman anda untuk dapat dimuat di forum ini.

Aku dan Guru Sejati

Aku  dan  Guru Sejati



Dalam aspek filosofi atau spiritual kebatinan, dikenal adanya istilah  Aku  dan  Guru Sejati
Aku  adalah orang yang bersangkutan yang sedang mempelajari ilmu.
Guru Sjeati  adalah pihak yang memberi ajaran.
Istilah Aku dan Guru Sejati ini ada pada aspek filosofi dari ilmu kebatinan dan spiritual.

Di dalam semua jenis ilmu, ada semacam penjurusan dalam pelajarannya, termasuk di dalam keilmuan kebatinan dan spiritual. Yang pertama adalah aspek pengetahuan yang mengarah kepada aspek filosofi atau spiritual dari sesuatu ilmu (yang menjadi ukuran kedalaman ilmu seseorang). Yang kedua adalah ilmu-ilmu atau kekuatan dari keilmuan itu sendiri (yang menjadi ukuran ketinggian ilmu seseorang).
Pelajaran mengenai aspek filosofi atau spiritual dari sesuatu ilmu seringkali diabaikan oleh orang-orang yang sedang menuntut ilmu. Orang lebih tertarik untuk segera dapat menguasai ilmu-ilmu tertentu yang dipandangnya berguna atau hebat dan kelihatan hasilnya. Sedangkan aspek filosofinya sendiri seringkali diabaikan, karena dianggap hanya pelajaran moral budi pekerti saja dan tidak terkait langsung dengan keilmuannya. Kecenderungannya, orang tersebut akan suka pamer ilmu dan merasa hebat karena berilmu tinggi.
Padahal, pelajaran mengenai aspek filosofi atau spiritual dari sesuatu ilmu, selain dimaksudkan sebagai ajaran moral dan budi pekerti, tetapi juga merupakan bahan untuk memperdalam suatu keilmuan. Bila aspek filosofi ini ditekuni dengan sungguh-sungguh akan dapat membawa pencapaian keilmuan seseorang kepada tahapan yang tak terduga. Orang berilmu yang juga menekuni aspek filosofi dari keilmuannya, maka ilmunya bukan hanya tinggi, tetapi juga dalam. Aspek filosofi ini menjadi ukuran kedalaman ilmu seseorang dan keilmuan yang dalam dapat menenggelamkan / menangkal ilmu yang tinggi. Dan seringkali terjadi bahwa orang yang ilmunya tinggi ternyata kalah / tenggelam oleh orang yang ilmunya dalam.
Orang yang menekuni ilmu kebatinan / spiritual melalui suatu keguruan, akan diajarkan ilmu-ilmu yang sudah menjadi bagian dari program keilmuannya. Biasanya pada tahapan terakhir seseorang belajar ilmu, dia akan diajarkan ilmu-ilmu tertinggi dan ilmu-ilmu pamungkas perguruan itu. Tetapi biasanya masih ada ilmu lain yang tidak diajarkan kepadanya, yaitu ilmu kesepuhan, ilmu yang hanya diajarkan kepada seseorang bila dipandang secara watak dan kepribadian orang tersebut sudah cukup sepuh.
Semua ilmu yang diterima oleh seorang murid, biasanya hanya terbatas pada materi keilmuan saja. Ilmu kesepuhan yang diterima seseorang biasanya selain berisi materi ilmu-ilmu tertentu, juga berisi ajaran filosofi tentang materi ilmunya, cara-cara meningkatkan kualitas ilmu, rahasia-rahasia ilmu dan rahasia-rahasia menangkal suatu ilmu, sampai cara-cara menyatukan ilmu seseorang dengan dirinya (sehingga seseorang bukan hanya memiliki banyak koleksi ilmu, tetapi ilmu itu juga menyatu dengan dirinya), dan cara-cara memaksimalkan pengembangan penguasaan keilmuan ke tingkatan yang lebih tinggi dan sekaligus dalam, dan memaksimalkan kekuatan diri sendiri sampai membangun kekuatan dari energi alam semesta (pengertian alam semesta disini bukan hanya alam lingkungan manusia tinggal, atau bulan, bintang, matahari, dsb, tetapi juga kekuatan dari roh-roh lain dan kekuatan dari roh ke-Tuhan-an).
Biasanya ilmu kesepuhan yang diajarkan seorang guru kepada muridnya adalah hasil pencapaian pribadi sang guru. Berbagai ilmu kesepuhan yang ada akan semakin berkurang pada generasi berikutnya, karena selain sedikitnya pribadi yang dianggap pantas menerima ilmu tersebut, biasanya seseorang juga sudah puas dengan apa yang sudah dimilikinya, sehingga tidak ada dorongan baginya untuk memperdalam ilmu. Begitu juga dengan keilmuan dari aspek filosofi ilmu seseorang. Hanya sedikit sekali yang mendalami.

Salah satu puncak ilmu kebatinan / spiritual adalah sampainya pada pengetahuan tentang sejatinya kita, manusia, yang dalam ilmu kebatinan spiritual sering disebut  Aku.  Aku adalah orang bersangkutan, yaitu sejatinya dirinya yang mengendalikan segala sesuatu yang dilakukannya, yaitu dirinya dan sukmanya, Pancer dan Sedulur Papat.

Dalam ilmu kebatinan spiritual juga dikenal adanya istilah  Guru Sejati.  Sosok ini merupakan pengejawantahan kegaiban seseorang yang menuntun seseorang weruh sakdurunge winarah (mengetahui sesuatu sebelum itu terjadi), mengetahui masa depan dan segala sesuatu yang terkait dengan indera keenam.

Guru sejati ini sebenarnya adalah sukma kita atau roh sedulur papat kita, ditambah dengan sukma- sukma para leluhur dan pribadi-pribadi tertentu yang mengayomi kita secara langsung maupun tidak langsung. Guru sejati ini yang akan menuntun seseorang dalam olah kebatinan dan spiritual, yang dapat menuntun kita mempelajari dan mengetahui hal-hal tertentu yang akan sulit kita ketahui bila hanya melakukan pencarian sendiri, apalagi mengenai pengetahuan yang sifatnya berdimensi tinggi. Guru sejati ini yang akan mendatangkan / mengajarkan berbagai macam pengetahuan kebatinan spiritual dalam bentuk ajaran langsung, wangsit / wahyu ataupun ilham.



Dalam proses laku menekuni ilmu, Aku berperan mengendalikan segala sesuatu yang dilakukannya.
Dalam proses pencarian pengetahuan, mempelajari kebenaran dan aspek pengetahuan di dalamnya, keberadaan sosok guru sejati akan sangat berguna untuk menuntun ke arah pengetahuan yang benar dan dalam tempo yang lebih singkat, dibandingkan bila harus melakukan pencarian sendiri. Sosok guru sejati ini bisa siapa saja, bisa seorang guru (manusia), bisa khodam ilmu / pendamping, bisa roh-roh leluhur, bangsa jin, dewa, dsb. Bila kemudian aspek suatu pengetahuan sudah didapatkannya, bila tidak ada lagi guru yang dapat menuntunnya, dia dapat melakukan pencarian sendiri ke dimensi pengetahuan yang lebih tinggi mengandalkan kemampuan batin / sukmanya.

Aspek Aku dan Guru Sejati ini ada pada semua bidang kehidupan kita sehari-hari, bukan hanya dalam bidang keilmuan batin spiritual. Kita sendiri juga merasakan adanya ajaran-ajaran berupa ilham dan ide-ide yang mengalir di dalam pikiran kita. Begitu juga manusia yang hidup di negara maju. Mereka yang menjadi penemu, peneliti, atau pengembang suatu teori ilmiah, pengetahuan, ataupun peralatan modern dan canggih, mereka melakukannya bukan semata-mata berdasarkan kecerdasan otak mereka, tetapi terutama didasarkan pada kecerdasan mereka untuk mendayagunakan mengalirnya ide dan ilham di dalam pikiran mereka sebagai sumber inspirasi untuk ditindaklanjuti.

Karena itu mereka sangat menghargai ide-ide, pendapat dan pemikiran-pemikiran orang lain walaupun berbeda dengan pemikiran dan pendapat mereka, dan semua perbedaan itu akan menjadi bahan untuk ditindaklanjuti, yang menginspirasi mereka untuk maju. Kontras sekali dengan kehidupan kita disini yang sangat mengagungkan ego dan ke-Aku-an, yang tidak menghargai perbedaan pendapat, sehingga hidup kita penuh dengan dogma dan doktrin, yang menyebabkan kehidupan kita sulit sekali untuk maju dan peradaban kita sulit sekali untuk menjadi modern. Kehidupan peradaban modern tidak semata-mata diisi dengan pembangunan fisik, peralatan modern atau kekayaan materi, tetapi terutama adalah sikap hidup masyarakatnya yang modern, yang selalu berpikir dan bersikap positif dalam segala hal.
Contoh yang sederhana dalam kehidupan sehari-hari adalah cerita tentang suatu mahluk hidup yang disebut kuman, yang sering disebut sebagai penyebab suatu sakit / penyakit, yang sedemikian kecilnya ukuran tubuhnya sehingga tidak dapat diinderai dengan mata kita, hanya dapat dilihat melalui mikroskop. Bagi kita yang belum pernah melihatnya secara langsung, kita hanya bisa percaya. Walaupun tidak bisa membuktikan sendiri kebenarannya, tetapi kita percaya, karena kita banyak menerima cerita kedokteran, juga karena ada bukti-bukti berupa foto-foto gambarnya. Manusia di bidang kedokteran / kesehatan atau petugas laboratorium biologi / mikrobiologi dapat menuntun dan mengajar kita, menjadi guru sejati kita, bila kita ingin melihatnya sendiri dan membuktikan kebenarannya berikut aspek pengetahuan di dalamnya.
Begitu juga dengan keberadaan mahluk halus di sekitar kita, yang tidak dapat diinderai dengan mata kita. Bila secara rasa batin kita dapat merasakan keberadaannya, kita dapat memperjelas dengan cara penglihatan gaib, atau dengan cara kebatinan / spiritual yang lain. Kemampuan melihat gaib dan berkomunikasi dengan gaib akan sangat berguna untuk melihat sendiri kebenaran keberadaannya. Kemampuan melihat gaib dan berkomunikasi dengan gaib juga akan sangat berguna untuk mendapatkan sosok-sosok gaib yang dapat menuntun kita mengetahui hal-hal gaib yang akan sulit kita ketahui bila hanya melakukan pencarian sendiri, apalagi mengenai pengetahuan yang sifatnya berdimensi tinggi.

Ketika masih dalam kondisi awam, roh para sedulur papat akan bersama-sama dengan kita dalam proses belajar (mereka juga ikut belajar), tetapi perkembangan belajar mereka jauh lebih cepat daripada kita, karena secara roh mereka mengetahui hal-hal yang tidak kita ketahui secara fisik dan dapat kemudian memberitahukan pengetahuan mereka kepada kita berupa ide-ide dan ilham atau penglihatan gaib yang mengalir dalam pikiran kita. Karena itu bila kita aktif memperhatikan pemberitahuan mereka itu, kita akan lebih mudah dalam mempelajari sesuatu apapun dalam kehidupan kita dan tidak akan menemukan jalan buntu di dalam suatu permasalahan. Mereka akan aktif hadir di dalam perenungan-perenungan.

Roh kita sebagai Pancer, sebenarnya juga bersifat roh, sehingga juga dapat mengetahui hal-hal yang bersifat roh. Tetapi secara duniawi roh Pancer ini terbelenggu dalam kehidupan biologis manusia, sehingga manusia tidak peka dengan hal-hal yang bersifat roh. Karena itu seringkali seseorang harus bisa membersihkan hati, pikiran dan batinnya, harus bisa melepaskan belenggu keduniawiannya, untuk bisa mendalami hal-hal yang bersifat roh dan keTuhanan.

Di dalam proses pencarian spiritual, roh sedulur papat dan roh para leluhur akan saling berinteraksi, menjadi Guru Sejati yang akan berperan mendatangkan / mengajarkan ilmu dan pengetahuan kepadanya, walaupun orang yang bersangkutan seringkali tidak mengetahui siapa sajakah para pribadi yang menjadi guru sejatinya. Itulah sebabnya, seseorang yang mempunyai garis keturunan orang ilmu akan lebih mudah mempelajari sesuatu ilmu, dibanding orang lain yang tidak mempunyai garis keturunan ilmu.

Sesuatu objek yang sudah kita ketahui keberadaannya, kemudian kita pelajari sisi pengetahuan spiritualnya, aspek asal-usul keberadaannya, tujuan keberadaannya, apa saja perbuatannya, dsb. Secara pribadi pengetahuan itu akan menjadi pengetahuan yang bersifat kebatinan / spiritual. Seseorang yang mempelajari dunia spiritual, atau bahkan yang digelari master spiritual sekalipun, tidak berarti dia mengetahui segala-galanya. Tentang aspek pengetahuan apa yang diketahuinya dan akan menjadi sejauh mana pengembangan spiritualitasnya akan tergantung pada interest masing-masing. Dan sosok guru sejati yang bersamanya akan mengajarkan segala sesuatu sesuai bidang pengetahuannya masing-masing.

Seseorang yang telah mendapatkan  'pencerahan'  tentang sesuatu, sudah seharusnyalah dia berusaha mengenali siapa sajakah yang telah menjadikannya kaweruh,  kemudian memberikannya penghormatan khusus dan mendekatinya untuk mendapatkan pengajaran yang lebih lanjut dan mendalam. Siapa tahu mereka yang telah berkenan kepadanya itu adalah para leluhur yang telah menerima wahyu kesepuhan, yang kemudian jika mereka berkenan membuka diri lebih lanjut, mungkin segala sesuatu ilmu akan diturunkan kepadanya. Mungkin juga kemudian para Dewa-pun akan berkenan menurunkan wahyu keilmuan / spiritual kepadanya.

Aspek penting Guru Sejati hadir di dalam keilmuan kebatinan dan spiritual dengan penekanan pada usaha untuk mengenali siapa saja yang menjadi guru sejatinya dalam proses keilmuannya, supaya seseorang bertekun kepada gurunya itu untuk mendapatkan bimbingan yang mendalam. Dan ketika sudah tidak ada lagi sosok yang dapat menjadi gurunya, maka roh sedulur papat akan menjadi pembimbingnya yang utama, yang memberinya ide dan ilham, penglihatan gaib dan jawaban dari berbagai pertanyaan, dan menuntunnya pada pengetahuan yang lebih tinggi.


Inilah salah satu aspek penting dalam kebatinan jawa yang menekankan pengenalan pada roh sedulur papat, sehingga muncul konsep Sedulur Papat Kalima Pancer sebagai Guru Sejati, yang penekanannya adalah pada penyatuan interaksi antara seseorang (Pancer) dengan para roh sedulur papatnya. Dan bila saja dewa berkenan sehingga seseorang memiliki suatu wahyu keilmuan / spiritual dalam dirinya, maka keberadaan wahyu itu akan melipatgandakan kemampuannya untuk mendapatkan pengetahuan yang berdimensi tinggi.

Tidak selamanya dalam semua hal yang kita tekuni kita akan menemukan suatu sosok yang dapat mengajar atau membimbing kita. Aspek roh sedulur papat menjadi penting karena mereka selalu ada pada kita, dan apapun kebaikan dan kekuatan yang dimiliki oleh sedulur papat itu, efeknya akan selalu berimbas kepada kita, menjadi kebaikan dan kekuatan kita juga, karena mereka adalah bagian dari diri kita sendiri. Kekuatan mereka dan penghayatan kita pada kebersamaan mereka, akan mewujudkan suatu kekuatan batin dan sukma yang akan berguna dalam melandasi kemantapan perbuatan-perbuatan dalam kehidupan kita sehari-hari. Termasuk ucapan kita yang dilandasi kekuatan dan keyakinan batin akan terjadi, maka itu akan dapat benar terjadi. Yang sedemikian itu sering disebut ucapannya mandi (manjur / idu geni).

Karena itu seringkali dikatakan, dalam hubungannya dengan kebatinan jawa, bahwa ilmu seseorang sudah mencapai puncaknya apabila sudah dapat menemui wujud Guru Sejati, yang tidak lain adalah roh sedulur papat, yang wujudnya secara halus benar-benar mirip orang yang bersangkutan. Tetapi sebenarnya itu barulah awal dari suatu tahapan yang penting. Hanya sekedar bisa melihat atau bertemu dengan roh sedulur papat tidak akan berarti apa-apa dan tidak akan memberi manfaat apa-apa. Tetapi kesempurnaan akan didapatkan jika seseorang bisa mendayagunakan kesatuan roh sedulur papat dengan orang itu sendiri dalam setiap usaha dan tindakannya.

Karena itu dalam doa dan amalan kejawen, pada setiap bagian pembukaannya selalu disebutkan :
Niat Ingsun .......................
Saking kersaning Allah.


Artinya, dalam doa dan niatan seseorang melakukan suatu perbuatan yang dianggap penting selalu disatukan dengan bantuan para sedulur papatnya menjadi satu kesatuan perbuatan bersama-sama, sehingga hasilnya akan lebih baik dan pengaruhnya secara kebatinan dan kegaiban akan menjadi lebih kuat.

Walaupun ucapan : kakang kawah adi ari-ari, kadhangku kang lahir nunggal sedina lan kadhangku kang lahir nunggal sewengi, Ingsun arso ……..  Ewang-ewangono ingsun .........tidak selalu disebutkan, karena sugesti istilah Ingsun adalah mewakili kesatuan Sedulur Papat lan Kalima Pancer.

Tetapi doa dan amalan itu hanya akan berarti jika seseorang memiliki pemahaman dan kepercayaan tentang roh sedulur papat. Tanpa itu doa-doa dan amalan itu tidak akan banyak memberi manfaat walaupun sering dibaca berulang-ulang atau pun sering diwirid sebagai suatu amalan ilmu.

Pendayagunaan roh sedulur papat sebagai  Guru Sejati  dapat dilakukan dengan memperhatikan semua pemberitahuan dari mereka yang berupa rasa dan firasat, penglihatan gaib, ide dan ilham, dan jawaban dari berbagai pertanyaan dan permasalahan, atau menjadikannya sebagai satu kekuatan batin dan sukma yang mendasari perbuatan-perbuatan, atau pada tingkatan yang lebih tinggi dapat mendayagunakannya sebagai suatu pribadi yang bisa diajak berpikir dan berkomunikasi seolah-olah mereka adalah sosok-sosok roh lain yang berdiri sendiri-sendiri  (baca: Olah Sukma dan Kebatinan).


Penekanan terhadap Aku, menjadikan seseorang mudah puas diri dan sombong atas apa yang telah berhasil diraihnya. Semua yang telah dicapainya dan yang dimilikinya dianggapnya sebagai hasil usahanya sendiri, hasil prestasinya sendiri, sering melupakan siapa saja yang telah berjasa atas apa yang telah diraihnya. Apa yang dikejarnya hanyalah untuk mengejar kepuasan diri dan ke-Aku-annya.

Pengenalan diri terhadap Aku dan Guru Sejati akan menjadikan seseorang lebih mengenal dirinya, dan mengetahui sejauh mana pengembangan yang akan bisa dilakukannya.
Pengenalan diri terhadap Aku dan Guru Sejati akan menjadikan seseorang lebih mampu menerima ide-ide / ilham / wangsit untuk pengembangan diri dan kepribadiannya.
Pengenalan diri terhadap Aku dan Guru Sejati akan menjadikan seseorang mau belajar dan menerima ajaran dari siapapun yang berguna untuk pengembangan diri dan kepribadiannya, dan tidak akan merendahkan seseorang ataupun suatu ajaran.
Pengenalan diri terhadap Aku dan Guru Sejati akan menjadikan seseorang berusaha mengenali siapa sajakah yang telah memberinya ajaran, kemudian memberikannya penghormatan khusus dan mendekatinya untuk mendapatkan pengajaran yang lebih lanjut dan mendalam.

Guru bisa dicari kemana saja, jika diperlukan, dari satu guru ke guru lain yang lebih tinggi. Hasil pencapaian seseorang tergantung pada usahanya sendiri dan pribadi guru yang menjadi pembimbingnya.

Pencarian spiritual yang tinggi akan membawa seseorang kepada suatu tahapan yang tak terduga.
Masing-masing guru akan memberikan  'pencerahan'  kepada yang diajarnya.
Ketekunan kepada Guru Sejati akan membawa seseorang kepada tingkatan Tercerahkan.



----------------------

                        www.nur-maunah.blogspot.com



Silakan kirimkan via email ke: hikmatul.ilmi@gmail.com   untuk menyampaikan pendapat / komentar dan cerita-cerita atau pengalaman anda untuk dapat dimuat di forum ini.